Minggu, 26 April 2015

Tugas Bahasa Indonesia, IBU : Mother Courage and Her Children



Pertunjukan ini diadaptasi dari karya Bertolt Brecht yang mengambil tema tentang perjuangan seorang Ibu dan tiga orang anaknya untuk bertahan pada  Perang Kristen keenam di Eropa yang berlangsung selama 30 tahun dari tahun 1618 – 1648.
Tokoh utama dari kisah ini adalah seorang Ibu yang bernama Anna Palini yang biasa disebut dengan nama Ibu Brani. Si Ibu punya tiga anak, dua lelaki, dan satu perempuan. Anak pertamanya namanya Elip, anak keduanya bernama Keju Swiss yang biasa dipanggil Fejos, dan anak ketiganya yang bisu yaitu Katrin.
Nano Riantiarno, sutradara sekaligus pemilik Teater Koma menyadurnya kembali dan mengadaptasinya menjadi rasa Indonesia. Percampuran Jerman dan Indonesia disajikan lewat kostum, lagu, juga ornament seperti padi, tebu, terong, bawang, cabe, ketela, ubi kayu yang ada di pentas. Selain itu istilah dan nama pemain yang juga disesuaikan dengan lidah Indonesia. 

Kisah perang berbau agama di Eropa itu memang bisa dibilang jauh dari Nusantara, dari segi waktu pun dari segi masalah. Namun persoalan perang ini ditarik menjadi perang yang bisa terjadi di mana pun, terutama yang menyangkut kekuasaan. Penonton diajak merenungkan apakah memang ada yang benar-benar meraih untung dalam perang?
Dalam konteks kekinian, lakon ini diarahkan pada pemilu 2014 yang menurut Nano, juga termasuk ‘perang’ dalam bentuk berbeda. Maka “Ibu” tak lagi sekedar ibu biologis tapi dipersonifikasikan dalam makna yang lebih luas, bisa menjadi Negara dengan rakyatnya. “Siapakah Ibu kita sekarang ini??? ini pertanyaan yang sungguh serius, kata Nano.
Secara keseluruhan, menonton teater ini sangat memuaskan. Teater Koma benar – benar diluar perkiraan.Tata panggungnya benar – benar artistik, akting pemainnya (semuanya) benar – benar sesuai, alur dan plot ceritanya juga menarik. Para pemainnya pun profesional. Ada sedikit insiden di salah satu scene perang, dimana pembawa bendera Hitam dan bendera Putih tersangkut satu sama lain. Hebatnya mereka tidak panik tapi langsung berimprovisasi supaya tidak terjadi kekacauan.  Yang agak sedikit mengganjal adalah dialog-nya yang agak sedikit aneh. Hal itu mungkin karena percakapan diterjemahkan secara harfiah dari naskah awal yang ditulis oleh Bertolt Brecht. Sebenarnya tidak masalah jika semua dialog memang ditujukan dengan bahasa yang formal, tapi ada beberapa improvisasi yang menggunakan bahasa sekarang seperti mengobrol. Jadi kesannya kurang konsisten.
Secara cerita,bisa dibilang biasa saja. Cerita tentang perang, bagaimana pun keinginan kita bisa mendapat keuntungan dari perang, tetap saja rugi. Ibu Brani yang semula mengeruk untung dari perang, akhirnya menanggung kerugian yang luar biasa karena perang. Kerugian yang bahkan tidak dapat diganti dengan apapun juga. Perang memang akan selalu memakan korban, terutama rakyat kecil. Tidak peduli siapa yang menang ataupun siapa yang kalah, semuanya rugi.
Diedit dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar